Senin, 07 Desember 2009

PEMERINTAH VS POLEMIK ANAK JALANAN

Pemerintah versus anak jalanan? Akankah polemic ini akan terselesaikan? Siapakah yang sebenarnya bersalah? Pemerintah ataukah anak jalanan? Pemulung anak - anak atau yang biasa disebut gembel kini sudah bukan merupakan pemandangan asing lagi jika kita sedang berada di kota-kota besar, khususnya kota Serang, Banten. Mereka yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan tawa dan canda kini mereka sudah harus berkelahi dengan kerasnya hidup dijalanan. Anak-anak yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa ini hanya dianggap sebagai sampah masyarakat yang harus diberantas. Pemulung atau gembel anak-anak kini sudah merupakan bagian dari kehidupan perkotaan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan dimana terjadi penyempitan lapangan pekerjaan, pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin dan meningkatnya harga kebutuhan pokok sehingga mendorong pelibatan seluruh anggota keluarga untuk ikut bekerja. Kondisi keluarga yang migran dan miskin menyebabkan anak-anak hidup tanpa identitas kewarganegaraan, tempat tinggal yang tidak memadai dan lingkungan tak bersanitasi berdampak pada buruknya status kesehatan pemulung anak, komunitas illegal berdampak pada Ini bukan merupakan pilihan yang menyenangkan bagi mereka, namun hanya inilah pilihan yang ada untuk mereka.
Pemerintah Serang selama ini selalu mengabaikan keberadaan mereka, undang-undang yang mengatur tentang hal ini kini hanya alat simbolis belaka, padahal sudah dicantumkan secara jelas dalam UUD 1945, bahwa “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child(Konvensi tentang hak-hak Anak). Sesungguhnya kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang). Pemerintah hanya memberikan janji – janji yang tak pernah direalisasikan, UU yang mengatur tentang masalah ini hanya menjadi alat dan symbol politis belaka. UU tersebut tidak pernah direalisasikan sesuai dengan isinya. Namun pemerintah sama sekali tidak melakukan tindakan konkret untuk mengatasi masalah ini. Mereka hanya memberikan janji – janji yang tidak pernah direalisasikan, karena sesungguhnya jika kita perhatikan, wajah – wajah politisi Indonesia merupakan wajah – wajah lama yang pada dasarnya sudah memiliki paham yang menindas. Hal ini lah yang membuat permasalahan seperti ini tidak pernah terselesaikan. Mereka – mereka yang berada diatas sana hanya mementingkan kepentingan individu dan kepentingan golongan, mereka tidak pernah memperhatikan masyarakat – masyarakat bawah yang juga memiliki peran dalam pembangunan negara kita ini. Sungguh sangat memilukan jika kita melihat para pejabat menggunakan mobil - mobil mewah, dengan harga yang tidak murah. Namun jika kita melihat ke jalan, anak - anak yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah masih mengemis dan memungut sampah - sampah dari pinggir jalan. Dimanakah hati nurani mereka para petinggi bangsa? apakah nurani mereka sudah tertutupi oleh nafsu syahwat duniawi mereka? mereka yang seharusnya mensejahterakan rakyat namun pada kenyataanya mereka hanya mensejahterakan dirinya sendiri. Uang – uang Negara yang seharusnya menjadi hak rakyat, mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sistem politik Indonesia memang sudah kental akan korupsi dan kolusi, makanya masalah – masalah seperti ini selalu saja menjadi polemik bangsa. Jika kita hanya mengandalkan pemerintah, tentu saja masalah ini tidak akan pernah terselesaikan. Maka dari itu sangatlah diperlukan peran kita semua dalam mengatasi masalah ini, perhatian yang lebih sangat dibutuhkan bagi anak-anak jalanan yang pada dasarnya memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Pendidikan gratis dan kehidupan yang layak berhak mereka dapatkan. Mereka juga anak bangsa, mereka juga berhak mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia untuk diperlakukan dengan selayak-layaknya. Mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan meneruskan cita – cita bangsa, jika generasi penerus bangsa kita hancur, maka negara kita pun akan hancur. Meskipun pekerjaan yang mereka lakukan selalu dianggap hina dan dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat, namun sebenarnya mereka sangat berjasa bagi kita, tanpa mereka mungkin negara kita akan penuh dengan sampah-sampah akibat ulah tangan kita yang tidak bertanggung jawab. Berkat tangan – tangan kecil mereka kita terhindar dari bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh sampah. Mereka sangat berjasa bagi kita, maka dari itu kepedulian dari kita semua sangat dibutuhkan dalam menyelasaikan polemik ini.
Menurut saya, anak – anak jalanan tidak besalah, statement yang menyatakan bahwa mereka adalah sampah masyarakat itu tidaklah benar, mereka hanya korban dari kerasnya kehidupan kota, pemerintah lah yang sebenarnya adalah sampah merekalah yang bersalah. Mereka yang seharusnya mensejahterakan rakyat miskin namun pada kenyataanya mereka hanya mensejahterakan kantong pribadi.
Untuk menyelesaikan masalah ini kita semua dituntut berperan aktif. Salah satu hal kecil yang bisa kita lakukan untuk membantu anak-anak kecil yang bekerja sebagai pengamen cilik, pedagang asongan, pengemis, dan lain sebagainya di jalanan adalah dengan tidak memberi mereka uang serta memberi tahu orang lain untuk tidak memberi juga walaupun merasa sangat kasihan.Apabila tidak ada satu orang pun yang memberi mereka uang, maka anak-anak jalanan tersebut tidak akan ada. Alangkah lebih baik jika uang tersebut kita kumpulkan untuk membantu biaya pendidikan mereka daripada kita membantu biaya foya-foya preman yang mempekerjapaksa anak di bawah umur, biaya hidup orangtua yang memaksa anaknya bekerja di jalan sedangkan mereka hanya melihat dari jauh, dan lain sebagainya. Jika mereka terbiasa mendapat uang mudah dari bekerja di jalan, maka mereka setelah besar / dewasa kelak akan tetap menjadi pekerja jalanan.
Menurut saya pribadi pemerintah pun harus dituntut berperan aktif dalam penyelesaian masalah ini, dengan membawa pengemis dan kaum marjinal lainnya ke Depsos atau Panti Rehabilitasi, disana mereka akan diberikan bimbingan, pelatihan dan penunjang lainya. Disana mereka akan disekolahkan melalui sekolah nonformal yang mana sekolah nonformal ini tidak seperti sekolah pada umumnya. Agar mereka dapat menggali potensi dirinya masing – masing dalam bentuk hal kesenian, baik itu seni lukis, seni tari, seni musik dan lain – lain. Sehingga mereka memiliki skill atau kemampuan untuk bertahan hidup.
Mereka sehari – harinya akan diisi oleh hal – hal yang positif yang dibimbing oleh tenaga ahli dibidangnya. Oleh para pengelola mereka akan ditargetkan dalalm beberpa waktu harus menguasai bidang tersebut. Bila sudah menguasai bidang terebut oleh pengelola mereka akan dikirim ke lembaga tenaga kerja, sehingga mereka tidak kembali lagi turun ke jalan agar semuanya menjadi manusia yang lebih produktif berguna dirinya dan orang lain.
Semoga akan terlahir generasi bangsa yang maju dan berpotensi, yang mampu membawa Indonesia kepada kemakmuran dan kesejahteraan. Saya pribadi tidak peduli sistem pemerintahan apa yang akan digunakan, yang penting bisa mengantarkan Indonesia kepada kemakmuran dan kesejahteraan yang adil. Hapuskan korupsi dan kolusi di Indonesia yang membuat rakyat tersiksa. Terapkan sistem dari rakyat untuk rakyat. Masalah negara adalah masalah kita bersama. Sejahterakanlah masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar